
Rabu, 21 November 2007
Menulis kolom opini di surat kabar bisa menuai perkara di meja hijau. Kasus itulah yang menimpa penulis kolom Bersihar Lubis, 57 tahun. Hari ini Bersihar akan menyampaikan pembelaannya di Pengadilan Negeri Depok.
Bersihar didakwa menghina instansi Kejaksaan Agung. Ia dijerat dengan Pasal 207 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jaksa penuntut umum Tikyono menuntut Bersihar hukuman 8 bulan penjara.
Kisah ini berawal ketika Bersihar menulis kolom pendapat di Koran Tempo edisi 17 Maret 2007. Tulisan berjudul “Kisah Interogator yang Dungu” itu mengkritik pelarangan buku sejarah sekolah menengah oleh Kejaksaan Agung.
Bersihar mengaitkan pelarangan buku itu dengan kisah pelarangan dua novel Pramoedya Ananta Toer pada 1981, juga oleh Kejaksaan Agung. Dia mengaku mengutip kata “dungu” dari pernyataan Joesoef Isak, penerbit novel Pram, yang saat itu diinterogasi jaksa.
Pada persidangan sebelumnya, saksi dari Kejaksaan Negeri Depok, Pudin Saprudin dan Abdul Syukur, semula berkata bahwa kata “dungu” dalam tulisan itu berasal dari Bersihar. Namun, setelah dicecar oleh hakim, kedua saksi pelapor itu berkata, “Tidak tahu.”
Irfan Fahmi al-Kindy, pengacara publik dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia, berpendapat pengadilan Bersihar melanggar undang-undang kebebasan menyampaikan pendapat dan hak asasi manusia. Apa yang ditulis Bersihar di Koran Tempo, menurut Irfan, merupakan kritik atas kinerja kejaksaan. Seharusnya kejaksaan mengajukan hak jawab atas tulisan itu. “(Pengadilan) kasus ini dipaksakan,” ujar Irfan.
Sumber berita: Koran Tempo & Yahoo
Sumber photo: dokumen IFR