
JUMAT, 12 MARET 2010
Penyidik memeriksa mantan Sekjen Departemen Luar Negeri, Imron Cotan. Seorang tersangka membuat testimoni aliran dana.
Penyidik Kejaksaan Agung terus bergerak maju, menelusuri dugaan penggelembungan refund tiket perjalanan diplomat di Kementerian Luar Negeri (Kemlu). Selain aliran dana ke sejumlah pejabat, penyidik menelusuri informasi tentang pemusnahan barang bukti. Pemusnahan diduga dilakukan begitu kasus ini dilaporkan ke aparat penegak hukum.
Informasi pemusnahan barang bukti itu antara lain datang dari Adang Sujana, staf biro keuangan Kementerian Luar Negeri (Kemlu). Adang diperiksa penyidik Kamis (11/3). Penasihat hukum Adang, Irfan Fahmi, membenarkan pengakuan kliennya tentang pemusnahan barang bukti. Tetapi pengakuan itu disampaikan bukan dalam pemeriksaan penyidikan, melainkan di luar. “Kalau di luar pemeriksan dia ya mengaku ada instruksi itu untuk pemusnahan, tapi di dalam pemeriksaan tidak ada pertanyaan,” ujarnya.
Perintah pemusnahan itu, kata Irfan, datang dari atasan Adang yang kini sudah berstatus tersangka, Ade Wismar Wijaya. Yang dimusnahkan adalah berupa dokumen. Namun Irfan tak menjelaskan nilai barang bukti yang dimusnahkan dan kaitan barang bukti itu dengan kasus yang tengah disidik Kejaksaan Agung.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus, Arminsyah, mengakui hingga kini penyidik belum sampai ke arah dugaan pemusnahan barang bukti. Meski begitu, penyidik akan menelusuri pada waktunya. Saat ini penyidik masih berkutat menghimpun keterangan dari para saksi. “Nanti akan ditanyakan. Kalau ada bukti yang mengatakan tentu akan kami tindak lanjuti,” ujarnya.
Dalam rangka menghimpun keterangan sebanyak-banyaknya, Kamis (11/3) penyidik melakukan pemeriksaan terhadap mantan Sekjen Departemen Luar Negeri, Imron Cotan. Imron diperiksa penyidik secara intensif selama sembilan jam mulai pukul 9.00 wib hingga 18.00 wib.
Dijelaskan Arminsyah, Imron diperiksa selaku Sekjen Deplu sekaligus sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Sesuai tugasnya, Imron seyogianya mengetahui penggunaan dana perjalanan para diplomat. Dalam pemeriksaan, Imron disodori delapan belas pertanyaan. Pemeriksaan menyinggung pengawasan penggunaan anggaran di Kemlu. “Kami berharap ada keterangan-keteranggan yang mendukung penyidikan,” kata Arminsyah.
Salah satu yang coba ditelisik penyidik dari Imron adalah proses penunjukan tuuh biro perjalanan rekanan Kemlu. Informasi yang diperoleh penyidik, penunjukan rekanan biasanya dilakukan pejabat setara kepala biro. Namun dalam kasus ini diduga Imron berperan menunjuk. Inilah yang menjadi pertanyaan bagi penyidik. “Kami juga bertanya mengapa dia yang menetapkan. Pemeriksaan masih berlanjut,” ujar Direktur Penyidikan, Arminsyah.
Imron sendiri tak enggan memberikan penjelasan panjang lebar karena pemeriksaan penyidik dilakukan secara tertutup. “Kalau mau keterangan tolong ke jaksa terkait,” katanya.
Selain Imron dan Sujana, penyidik memeriksa M Nursaf dari PT Indowanua Inti Sentosa, staf Biro Keuangan Kemlu Mordianto, staf Inspektorat Jenderal Kemlu Hartanto, dan dua mantan Kepala Bagian Pelaksana Anggaran yang sudah berstatus tersangka, I Gusti Putu Adnyana dan Syarif Syam Arman.
Testimoni
Kasubag Verifikasi Kemlu, Ade Sudirman, sudah berstatus tersangka. Lantaran sakit, ia belum ditahan. Penyidik sudah mengagendakan pemanggilan kembali.
Penyidik berkepentingan untuk segera memeriksa Ade karena ada testimoni tentang aliran dana penggelembungan refund tiket. Salah satu testimoni Ade adalah penyerahan uang ke seorang pejabat tinggi Kemlu. Penyerahan uang dilakukan atas permintaan Kepala Biro Keuangan, Ade Wismar. Nama terakhir juga sudah berstatus tersangka. Permintaan uang terjadi pada Agustus 2009 sebesar satu miliar rupiah yang diduga dipakai untuk membantu pembelian rumah mantan Menteri Luar Negeri NHW.
Pada 2008 Ade Sudirman juga menyerahkan uang sebesar Rp2,350 miliar kepada Ade Wismar melalui dua tahap. Pada Januari sebesar Rp1,2 miliar dan Desember sebesar Rp1,150 miliar. Uang, menurut testimoni Ade, disetorkan kepada Sekjen Deplu. Yang mengambil uang dari Ade Sudirman adalah Asep Sarwedi, orang suruhan Ade Wisman.
Penasihat hukum Ade Sudirman, Achmad Holidin, membenarkan testimoni yang dibuat oleh kliennya. Malahan bukan hanya kliennya yang mengakui adanya penyerahan uang tersebut. Saksi Adang Sujana pun mengakui adanya penyerahan uang tersebut. Dengan begitu, keterangan dua saksi menurut Holidin dapat dijadikan alat bukti. “Itu kan sudah memenuhi unsur satu saksi buakn satu saksi,” ujarnya.
Pengacara Adang Sujana, Irfan Fahmi, mengatakan kliennya pernah diminta atasan untuk menyerahkan uang kepada Imron Cotan. Uang dimasukkan ke dalam kardus. Dalam pemeriksaan, lanjut Irfan, kliennya menjelaskan perihal permintaan rutin sebesar Rp25 juta per bulan. Namun ia membantah bahwa kliennya mengurus biaya tiket meskipun kliennya sebagai staf biro keuangan alias kasir. “Kalau tiket Pak Adang tidak ngurusin meskipun dia sebagai kasir. Dia hanya membayar yang sifatnya lumsum di luar biaya tiket,” ujarnya.
Kejaksaan kini telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus ini. Empat diantaranya dari Kemenlu yakni mantan Kabiro Keuangan Kemenlu Ade Wismar Wijaya, Kasubag Verifikasi Ade Sudirman, mantan Kepala Bagian (Kabag) Pelaksana Anggaran di Kemenlu periode 2003 hingga 2007 I Gusti Putu Adnyana dan mantan Kabag Pelaksana Anggaran periode 2007 hingga 2009 Syarif Syam Arman. Tiga diantaranya ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan. Ade Sudirman belum ditahan lantaran masih menderita sakit Diabetes. Satu tersangka lain ialah Direktur Utama PT Indowanua Inti Sentosa, Syarwanie Soeni.
Sekedar mengingatkan, pada 11 Februari 2010, ICW melaporkan ke KPK atas dugaan korupsi pembayaran tiket perjalanan dinas kurun waktu 2009 di Kemenlu senilai Rp6,052 miliar. Kemudian, pada 16 Februari 2010 ICW pun kembali menyambangi KPK dengan laporan adanya dugaan gratifikasi kepada sejumlah pejabat tinggi di Kemenlu. Sumber dananya, diduga hasil korupsi tagihan tiket. Belakangan diketahui nilai kerugian negara dalam kasus korupsi ini melambung tinggi dari laporan awal ICW kepada KPK.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal Kemenlu pada 4 Februari 2010, selama kurun waktu 2008 hingga 2009 total penyelewengan pembayaran harga tiket dari mutasi pejabat Kemenlu senilai Rp20 miliar. Hingga 11 Februari 2010, pihak Kemenlu telah menyetorkan ke kas negara sebesar Rp9 miliar. Itu artinya masih terdapat kekurangan sebesar Rp11 miliar.
Sumber: www.hukumonline.com